Makan secara perlahan membantu meningkatkan rasa kenyang. |
Sebuah penelitian terbaru menemukan orang yang memiliki kebiasaan makan perlahan cenderung tidak mengalami kenaikan berat badan dibandingkan dengan orang yang makan cepat.
Penelitian ini
dipublikasikan di jurnal BMJ Open
yang mengikuti kebiasaan makan hampir 60.000 orang selama enam tahun.
Dari hasil penelitian tersebut, sebanyak 22.070 peserta melahap makanannya
dengan cepat, 33.455 makan dengan kecepatan normal, dan sebanyak 4.192 makan
perlahan dengan mengunyah lebih lama di setiap suapan makanan.
Mereka yang makan dengan kecepatan normal, 29%
lebih kecil kemungkinannya mengalami obesitas, dan mereka yang makan perlahan
lebih kecil lagi kemungkinan untuk mengalami obesitas, yaitu 42%.
Para periset menyarankan untuk makan perlahan
karena itu bisa membantu meningkatkan rasa kenyang sehingga tidak memakanan
makanan dalam jumlah berlebih.
“Orang yang makan cepat akan terus memasukkan
makanan ke dalam mulutnya sampai mereka merasa benar-benar kenyang meskipun
sebenarnya mereka sudah mengonsumsi kalori dalam jumlah yang cukup, inilah yang
dapat berkontribusi dalam penambahan berat badan orang yang makan dengan cepat
dan lahap,” ujar para peneliti.
Penelitian ini juga menemukan bahwa makan dua
jam sebelum tidur, sebanyak tiga kali atau lebih dalam seminggu, serta mengemil
setelah makan makan dapat berkontribusi pada peningkatkan obesitas.
Trik Membatasi Nafsu Makan
Penelitian terbaru menemukan bahwa harapan atau pikiran seseorang tentang suatu makanan memiliki peranan besar terhadap reaksi tubuh kepada
makanan tersebut. Artinya : Kamu adalah apa yang kamu pikirkan untuk kamu
makan!
Para periset dari Universitas Sheffield Hallam
membuktikan hal ini dengan memberi makan
26 orang yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disuguhkan dengan
telur dadar dengan membuat mereka
berpikir bahwa telur dadar menggunakan dua telur.
Sedangkan kelompok kedua disuguhkan telur
dadar dan membuat mereka berpikir bahwa telur dadar tersebut dibuat menggunakan
empat telur. Setelah itu, sample darah peserta diambil untuk melihat berapa
banyak ghrelin atau hormon lapar di sistem tubuh mereka.
Dua jam setelah makan, kelompok yang berpikir
mereka memakan telur dadar dengan campuran dua butir telur merasa lebih lapar
dibandingkan dengan kelompok yang memakan telur dadar yang mereka pikir
menggunakan empat telur.
Kondisi ini, mendorong kelompok pertama untuk
mengkonsumsi lebih banyak kalori di jam berikutnya. Padahal, sebenarnya, semua
telur dadar tersebut berukuran yang mengandung tiga butir telur.
Saat mempresenstasikan hasil penelitian ini
pada pertemuan British Psychological Society, Dr. Steven Brown menjelaskan
bahwa hal tersebut merupakan efek langsung dari kekuatan pikiran yang luar biasa.
Hal ini ditentukan oleh fakta bahwa tingkat ghrelin tidak berbeda jauh diantara
peserta.
"Perubahan tingkat lapar dan perbedaan
tingkat konsumsi di kemudian hari bukan karena tanggapan fisik peserta terhadap
makanan (tapi lebih karena pikiran)," ujar penulis utama, Dr Stevan Brown.
(R)
EmoticonEmoticon